PERKAWINAN
YANG DIJELASKAN DALAM KITAB SUCI MANAWA DHARMASASTRA PADA BUKU KE III DAN KE IX
1. Perkawinan
dalam buku ke 3
Pada buku ini menjelaskan mengenai cara
perkawinan yang dilakukan oleh golongan Brahmana, Kesatria, Waisya dan Sudra
yaitu terdapat pada :
a. seloka
20
Caturnamapi
warnanam
pretya
ceha hitahitan
astawimansamasena
striwiwahanni
bodhata
Artinya
:
Ada delapan
macam cara perkawinan yang dilakukan oleh keempat warna yang sebagian adalah
menimbulkan kebajikan dan sebagian menimbulkan ketidak baikan dalam hidup ini
maupun sesudah mati.
Ayat ini
mengatur ketentuan-ketentuan mengenai delapan macam cara perkawinan. Cara
perkawinan adalah acara yg berlaku sebagai sistim dengan cara bagaimana
seseorang memperoleh wanita untuk dijadikan istrinya.
b. seloka
21
Brahmo
daiwastathaiwarsah
prajapatyastathasurah
gandharwo
raksasaccaiwa
paicacacca
astamo’dhamah
Artinya
:
Macam-macam cara itu adalah Brahmana
Daiwa, Rsi, Prajapati, Aisura, Ghandarwa, Raksasa dan Paisaca.
c. seloka 27
Acchadya
carcayitwa ca
cruti
cila wate swayam
ahuya
danam kanyaya
brahma
dharmah prakirtitah
Artinya
:
Pemberian seorang gadis setelah
terlebih dahulu dirias kepada seorang yang ahli weda disebut brahma wiwaha.
Dalam ayat ini calon pengantin pria
harus orang ahli dalam weda dan bertingkah laku yang suci, dapat dikawinkan
dengan wanita, anak, calon menantu pria itu yang khusus diundangkannya untuk
bersedia menerima wanita itu sebagai istrinya dimana ketentuannya wanita itu
sebelum diserahkan harus dirias dan dihormati.
d. seloka
28
Yadne
tu witate samyag
rtwije
karma kurwate
alamkrtya
sutadanam
daiwam
darmam pra caksate
Artinya
:
Pemberian seorang anak wanita
setelah terlebih dahulu dirias dengan perhiasan kepada seorang pendeta yang
melaksanakan upacara pada saat upacara itu berlangsung disebut daiwa wiwaha.
Dalam perkawinan ini wanita yang
akan dikawinkan itu dinikahkan dengan pendeta yang diundang untuk melakukan
upacara, tetapi sebagai kelanjutan orang tua keluarga yang mengadakan upacara
itu secara sadar dan sukarela menyerahkan anaknya untuk dinikahkan dengan
tujuan untuk mendapat keturunan yang baik. Sebelum upacara itu dilakukan, seperti
halnya dengan brahma wiwaha pada pengantin wanita diberi perhiasan yang mahal-mahal.
e. seloka
29
Ekam
gomithunam dwe wa
waradadaya
darmatah
kanyapradanam
widhi
wadarso
darmah sa ucyate
Artinya
:
Seorang ayah menikahkan anaknya
setelah menerima seekor sapi atau dua pasang lembu dari pengantin pria untuk
memenuhi peraturan dharma disebut arsa wiwaha.
Perkawinan arsa wiwaha ini adalah
perkawinan yang disahkan menurut hukum setelah terlebih dahulu pihak orang tua
si wanita telah menerima tanda maskawin (kanya dhana atau kanya pradhana widhi)
berupa seekor l sapi atau dua pasang lembu.
f. seloka
30
Sahobhau
caratam dharmam
iti
wacanubhasya ca
kanyapradanam
abhyarcya
prajapatyo
widhih smrtah
Artinya
:
Pemberian anak perempuan oleh
siayah wanita setelah berpesan kepada mempelai semoga kamu berdua melaksanakan
kewajiban-kewajiban bersama-sama, dan setelah menunjukkan penghormatan kepada
pengantin pria disebut prajapati wiwaha.
Smrtah sama dengan smeriti yaitu dharma
sutra atau kitab hukum agama hindu (weda semerti)
g. seloka 31
Jnatibhyo
drawinam
dattwa
kanyayai caiwa caktitah
kanyapradanam
swacchandyad
asuro
dharma ucyate
Artinya
:
Seorang pria menerima seorang gadis
setelah peria itu memberi maskawin sesuai kemampuannya dan atas dasar
keinginannya sendiri kepada mempelai wanita dan keluarganya disebut asura
wiwaha.
Dalam hal perkawinan yang ditempuh
menurut acara asura wiwaha, pengantin. Pria harus memberikan maskawin kepada
calon istrinya dan hadiah-hadiah kepada orang tua si wanita, sedangkan
keinginan untuk mengawini ini didasarkan atas cinta.
h. seloka 32
Icchayanyonya
samyogah
kanyayacca
warasya ca
gandharwah
satu wijneyo
maithunyah
kamasam bhawah
Artinya
:
Pertemuan suka sama suka antara
wanita dan pria atas dasar napsunya dan bertujuan untuk berhubungan kelamin
disebut gandharwa wiwaha.
i. seloka 33
Hatwa
chitwa ca bhittwa ca
krocatin
rudatin grihat
krasahya
kanya haranam
raksaso
widdhi rucyate
Artinya
;
Melarikan seorang gadis dengan
paksa dari rumahnya dimana gadis itu berteriak setelah keluarganya terluka,
meninggal dan rumahnya dirusak dinamakan raksasa wiwaha.
j. seloka
34
suktam
mattam pramatam
wa
raho yatropagatcchti
sa
papistho wiwahanam paicaca
ccastamo’
dhamah
Artinya
:
Seorang laki-laki dengan cara mencuri,
memperkosa seorang wanita yg sedang tidur, mabuk atau bingung disebut paisaca
wiwaha.
2. Swadharma
seorang Suami dan Istri dalam buku ke IX
a. Seloka
5
Suksemebhiopi
prasanggbyah
striyo
raksya wicesatah
dwayorhi
kulayoh cokam
awaheyure
raksitah
Artinya
:
Wanita, teristimewa harus
dilindungi dari kecenderungan pada berbuat jahat, bagaimana pun sedih
tampaknya, jika mereka tidak dijaga akan membawa penderitaan kepada kedua belah
pihak keluarga.
Jika istri dijaga dengan baik,
kesucian keturunan akan terjaga baik dan bila kesucian turunannya dapat dicapai
maka terlindunglahseorang itu tetapi bila sebaliknya maka penderitaan akan di
derita oleh kedua belah pihak keluarga, yaitu baik keluarga pihak istri maupun
pihak suami.
b. Seloka 6
Imam
hi sarwa warnanam
pacyanto
dharmam utamam
yatante
raksitum bharyam
bhartaro
durbala api
Artinya
;
Dengan memperhatikan kewajiban yang
utama bagi semua golongan, kendatipun suami-suami itu lemah, harus berusaha
menjaga istri mereka.
Menurut penjelasan bhagawan
yajnawalkya tentang istilah”suami yang lemah” misalnya buta, lumpuh dan miskin
harus tetap menjaga istrinya.
c. Seloka
7
Swam
prasutim caritramca
kulam
atmanam ewa ca
swam
ca dharmam prayatnena
jayam
raksanhi raksati
Artinya
:
Ia yang berhati-hati menjaga istrinya,
memelihara kesucian turunannya, berpikir selalu yang suci, kluarganya, ia
sendiri dan cara memperoleh kebajika.
d. Seloka
8
Patirbharyam
samprawicya
garbho
bhutwh jaya te
jayayastaddhi
jayatwam
yadasyam
jayate punah
Artinya
:
Suami setelah pembuahan
oleh istrinya, menjadi embrio dan lahir lagi dari padanya; untuk itulah
keistrian sang istri.
e. Seloka 9
Yadrcam
bhajatehi stri
sutam
cute tathawidham
tasmat
praja wicutdhyartam
striyam
raksatprayatnatah
Artinya
:
Sebagai laki-laki tempat istri
menggantungkan dirinya, demikian pula anak laki-laki yang ia lahirkan;
demikianlah hendaknya ia harus menjaga istrinya agar supaya terpeliharalah
kesucian keturunannya.
Hanya dengan menjaga istri, ia akan
memperoleh keturunan (anak)yang suci karena itu sebagai halnya istri
menggantungkan dirinya kepada suaminya, anak itu akan tergantung kepada tingkah
laku ibunya.
f. Seloka
10
Na
kaccit diositah bhaktah
parahya
parisasitum
etairupayayogaistu
cakyastah
pariraksitam
Artinya
:
Tak seorang laki-laki pun dapat
menjaga wanita dengan kekerasan tetapi ia dapat dijaga dengan cara-cara sebagai
berikut.
g. Seloka
11
Artasya
samgraha cainam
wiyaye
caiwa niyojayet
cause
dharme’ nnapaktyam
ca
parinahyasya ceksane
Artinya
:
Hendaknya suami mengerjakan
istrinya didalam pengumpulan dan pemakaian harta suaminya dalam hal memelihara
segala sesuatu tetap bersih, dalam hal melakukan kewajban-kewajiban keagamaan
didalam hal penyediaan santapan suaminya dan menjaga alat peralatan rumah
tangga.
Makna seloka 10 dan 11, dalam
menjaga istrinya itu jangan sekali-kali menggunakan kekerasan karena
sifatwanita tidak dapat dijaga dengan cara kekerasan oleh karena itu harus
ditempuh dengan cara tersendiri yaitu dengan cara menyibukkan istrinya dalam
hal yg disebutkan dalam ayat 11 yaitu mengurus rumah tangga, mempercayai
pengurusan keuangan, menyelenggarakan urusan keagamaan didalam lingkungan rumah
tangga dan memelihara kebersihan rumah tangga.
h. Seloka
21
Dhyayatyadistam
yatkimcit
panigrasya
cetasa
tasyaisa
wyabhicarasya
ninhawah
samyagucyate
Artinya
:
Bila
seorang wanita berpikir didalam hatinya tentang apapun yang dapat melukai suaminya
dinyatakan sebagai cara untuk membuang ketidak setiaan.
Bila
wanita itu mengerti dan mengenal apa-apa yang dapat melukai perasaan suaminya
menurut ayat ini dapat diartikan sebagai tanda kesetiaan istri sehingga wanita
itu tidak akan berbuat apa-apa yg dapat melukai suaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar